Oleh: Bonjoer
IT Report, sebuah media cetak internasional pernah
mengeluarkan pernyataan yang filosofis: “kalau teknologi adalah jawaban, lalu
apa pertanyaannya?” Barangkali pernyataan seperti ini dilatarbelakangi
kenyataan bahwa teknologi sebenarnya hanyalah satubagian dari sebuah sistem
yang menjalankan dan mengubah dunia saat ini. Beberapa orang yang progresif
memandang teknologi adalah solusi dari semua permasalahan manusia, terutama
ekonomi.
Namun, teknologi
mengambil peranan yang sangat penting dalam komunikasi. Bahkan bisa dikatakan,
komunikasi tidak akan bisa semudah saat sekarang ini jika tidak ada kemajuan
teknologi yang cepat. Dan sesungguhnya media lahir dari
teknologi. Ingat mesin cetak pertama yang dibuat oleh Johannes
Guttenberg. Kemampuan teknologi pengganda itu menghasilkan banyak media cetak
koran, majalah, tabloid hingga buku.
Teknologi telekomunikasi
pun semakin berkembang, semakin cepat, tepat, akurat, kecil, murah, mudah,
efektif dan efisien. Proses berkomunikasi pun memiliki ciri dan sifat yang
seperti itu, khususnya efektif. Proses mengirimkan pesan dari Indonesia ke
Kanada tidak usah menunggu hingga berminggu-minggu berkat e-mail. Informasi dan
kegiatan berkomunikasi kualitas dan kuantitasnya dihitung dalam satuan digital
0 dan 1. Kecepatan dan ketepatan informasi sangat dimungkinkan oleh pemakaian
media dengan teknologi yang tepat. Hingga perlu digarisbawahi di sini adalah
berbicara komunikasi dan media maka kita juga akan membicarakan komunikasi. Media
adalah teknologi dan teknologi adalah media.
Milenium ketiga adalah
zaman keemasan teknologi informasi. Sebagai gelombang ketiga peradaban umat
manusia seperti yang diramalkan Alfin Toffler sebelumnya adalah peradaban yang
super cepat. Ruang dan waktu semakin dibuat cepat dan sempit, seakan-akan dunia
dibuat menjadi satu komunitas, di mana setiap penghuninya bisa berinteraksi
secara realtime tanpa halangan yang berarti. Berbagi informasi
antar benua dan negara di belahan dunia manapun semakin mudah. Puncak dan titik
acuan dari ini semua adalah konvergensi komputer dan telekomunikasi 30 tahun
yang lalu. Jadilah teknologi internet yang kita kenal selama ini seakan-akan
tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Sebagai media komunikasi, ia sama
saja seperti kebutuhan manusia untuk berinteraksi dan berkomunikasi satu sama
lain. Hingga bisa dimunculkan tesis, kebutuhan terhadap internet adalah
kebutuhan untuk berkomunikasi dan ini adalah harga mati.
Dari sini juga dilakukan
terus diversifikasi alat-alat berteknologi canggih lainnya, tentu rata-rata
didasarkan pada teknologi internet itu. Seperti Personal Data Asssistant (PDA),
Tablet PC, Notebook, CD ROM, VCD, DVD, SVCD, Pena Digital,
telepon selular, GPRS, CDMA dan banyak lagi yang lainnya. Semua teknologi
ini dimaksudkan untuk mempermudah proses komunikasi antar manusia dalam konteks
global. Dijanjikan penggunaannya sangat mudah dengan harga yang relatif murah.
Namun perlu dipertanyakan kembali bagaimana efeknya terhadap kesenjangan
penggunaannnya di negara-negara berkembang. Teknologi yang baru muncul tidak
serta merta merata pemakaiannya di seluruh dunia, walaupun standar yang
digunakan juga relatif sama. Namun demikian, beberapa negara berkembang belum
memiliki sarana penunjang yang memungkinkan teknologi terbaru bisa diadopsi.
Belum lagi jika kita membicarakan adaptasinya di masyarakat yang berbeda
kultur. Padahal masalah mendasar dalam berkomunikasi adalah kesamaan pesan yang
diterima tanpa noise. Kesenjangan TI ini juga dinilai sebagai noise yang
memang sampai kini menjadi masalah. Karena, menyangkut berbagai macam faktor,
seperti politik dan ekonomi.
Selain kecepatan yang
lebih besar untuk mengirimkan pesan, kita juga menyaksikan perubahan-perubahan
besar dalam volume informasi yang dikirimkan, disimpan, dan diambil kembali.
Misalnya peralatan elektronik dalam bidang percetakan secara menakjubkan telah
meningkatkan jumlah buku, bultein, dan majalah yang diterbitkan.
Williams (1989)
menjelasakan bahwa teknologi baru dapat dianggap sebagai perluasan media bahwa
sementara media berfungsi sebagai indra-indra pasar dan cara-cara komunikasi
kita, … media baru biasanya bukan merupakan sistem tersendiri. Alih-alih, media
baru memperluas sistem yang sudah ada.
Kebanyakan kota besar
menawarkan pelayanan papan buletin, yang memungkinkan orang memberikan
pengumuman pada suatu file yang terbuka bagi semua pengguna sistem tersebut.
Dengan cara ini percakapan komputer berkembang dan subkultur yang unik
berkembang, untuk berbagi kepentingan… banyak pelayanan papa buletin juga
dihubungkan dengan pelayanan pengarahan perjalanan nasional yang mengirimkan
pesan dalam semalam dan gratis dari satu papan buletin ke papan buletin lainnya
di seluruh negeri (Gergen, 1991)
Electricity promised, so
it seemed, the sama freedom, decentralization, ecological harmony, and
democratic community… but also promised the same power dan economic expansion (Jhon H. Quirk, 1989)
Berikut tabel
yang menunjukkan teknologi baru dalam tingkat komunikasi tradisional.
Tingkat
|
Bentuk
Tradisional
|
Penerapan
Teknologi
|
Antarpersona
|
Tatp
muka, surat, telepon
|
Telepon,
hubungan kelompok pribadi, surat elektronik, voicegram
|
Kelompok
|
Tatap
muka
|
Konferensi
telepon, telekomunikasi komputer
|
Organisasional
|
Tatap
muka, memo, interkom, telepon, pertemuan
|
Konferensi
telepon, surat elektronik, manajemen dengan bantauan komputer, sisitem
informasi, faksimil.
|
Publik
|
Surat kabar,
majalah, buku, televisi, radio, film
|
Videotape,
video disk, TV kabel, TV satelit langsung, videoteks, teleteks, sistem informasi
digital
|
Kini teknologi
komunikasi informasi digunakan juga dalam bidang kesehatan yang disebut dengantelemedicine.
Bisnis sudah banyak menggunakan telekonferensi. Dalam bidang pendidikan, televisi
dan TV kabel juga digunakan, juga di masa depan surat elektronik atau surat
suara, konferensi para orangtua dan para guru mungkin akan lebih sering lagi.
Penerapan kemajuan
teknologi dapat pula mengintensifkan selektivitas khalayak
komunikasi massa. Sebaliknya, teknologi juga telah memungkinkan
media massa untuk menjadi lebih selektif. Misalnya dalam bidang penerbitan,
buku-buku sekarang dapat dicetak bila diperlukan, dengan beberapa bagian
ditambahkan aatau dibuang, sesuai dengan permintaan pembaca.
Penerapan fiber optik
diperkirakan dapat mereduksi kesenjangana penggunaan teknologi di masyarakat.
Dari sana akan dapat ditingkatkan jumlah pemakaian alat-alat audio, video, dan
data komputer. Lewat pendidikan interaktif melalui video dan jaringan komputer
akan mungkin bagi jaringan fiber optik untuk meningkatkan tingkat pendidikan di
pedesaan dan mengembangkan banyak kota kecil. Namun demikian dikhawatirkan
jaringan serat optik yanga begitu mahal dapat menciptakan kaum elit TI yang
tidak mengindahkan masyrakat dalam wilayah yang tidak terlayani teknologi itu.
Tesis teknologi komunikasi dapat mempersatukan masyarakat, justru kembali perlu
dipertanyakan.
Komunikasi adalah
kebutuhan mendasar manusia. Dengan teknologi komunikasi yang baru telah banyak
meningkatkan komunikasi antar budaya. Orang-orang dapat berkomunikasi, mengenal
dan mengetahui berbagai macam budaya bangsa dengan mudah dan cepat. Jhon H.
Quirk (1989) mengungkapkan kekuatan elektronik dalam komunikasi dan
transportasi berfungsi untuk memfasilitasi difusi budaya, pemerataan populasi,
dan desentralisasi kekuasaan.
Buck
(1988) mengungkapkan bahwa media massa memungkinkan komunikasi
emosional spontan untuk pertama kalinya dan bahwa media dengan kehadirannya
boleh jadi menciptakan komunitas global. Namun, merunut pada sejarah peradaban
manusia yang lama berkutat dengan teknologi komunikasi mulai dari mesin cetak
dan telepon justru menimbulkan kekacauan bahkan mengancam kehidupan normal
kehidupan manusia.
Dennis Mc Quail dalam
bukunya Teori Komunikasi Massa, mengatakan, permasalahan komunikasi
massa bersifat komprehensif, yang melibatkan gagasan yang berkenan dengan
setiap proses “peringkat bawah”. Para individu menerima dan menangani banyak
informasi secara langsung dari media massa. Hubungan, kelompok dan
institusi sosial lainnya acapkali dipaparkan dalam media dan ditanggapi serta
dipelajari dengan cara lebih kurang sama dengan kenyataan sebenarnya.
Dalam memproduksi
informasi, media massa tetap harus memperhatikan kondisi komunikasi sebagai
sasarannya—dalam hal ini adalah masyarakat. Media yang ingin berhasil
menyampaikan pesan dengan tepat kepada media harus benar-benar mengenal
masyarakat yang dituju. Tanpa itu media tak akan berari apa-apa di mata
masyarakat. Oleh sebab itu media berperan sangat besar dalam menentukan apa
yang diinginkan oleh masyarakat dan juga sebaliknya. Seperti teori Agenda
Setting dan Hipodermic Needle, di mana pesan sangat
berpengaruh kepada masyarakat sebagai komunikannya. Jadi, masyarakat adalah
objek media itu sendiri, bukan subjek. Inilah juga yang merangsang pengembang
dan ilmuwan untuk mengembangkan teknologi informasi yang pesat dan selalu
canggih.
Dua puluh dua tahun yang
lalu, Marshall Mc Luhan menulis buku Media is the Message meramalkan
bahwa media lebih menentukan isi pesan, karena media itu yang membawa pesan
itu. Seberapa jauh pesan itu sampai, seberapa jauh luas khalayak yang dicapai
dan bagaimana dampaknya pada masyarakat, ditentukan oleh media itu sendiri
Pada awal milenium kedua
ini ditandai dengan merjernya American Online (AOL) dengan Time
Warner. AOL, perusahaan raksasa internet itu bergabung dengan perusahaan media
yang sudah menggurita puluhan tahun lamanya. Banyak media mulai menggabungkan
diri dengan perusahaan jaringan internet, atau setidaknya membuat jaringan
sendiri di dunia virtual itu demi pengembangan dan perluasan informasi kepada
khalayak. Dengan demikian informasi yang disampaikan bisa semakin beragam dan
sangat cepat serta tentu saja lebih mudah dalam hal penanganan dan pengontrolannya.
Perkembanga yang sedang
berlangsung menyangkut teknologi media ini adalah bagaimana menggabungkan
siaran radio dan televisi dengan internet. Hingga orang-orang dapat menikmati
musik dan tayangan radio dan TV di internet sekaligus. Kemudian di bidang publikasi
juga kecipratan. Buku yang selama ini kita kenal tidak akan kita jumpai lagi di
masa akan datang. Tebalnya ensiklopedia digantikan dengan satu file saja.
Isinya bisa kita lihat di e-book (buku elektronik). Seperti
sebuah komputer saku yang bisa dibawa ke mana-mana tanpa kabel. Untuk mengakses
buku yang lain, dengan mudah melalui internet, kita bisa membelinya di toko
virtual. Mudah!
Teknologi media dalam
berkomunikasi memang sangat menjanjikan kecepatan dan ketepatan penyampaian
pesan kepada banyak orang-orang dalam yang bersamaan. Kemampuannya dalam hal
kualitas memang tidak diragukan. Terutama adalah pemakaiannya yang sangat mudah
dan sederhana. Namun yang dikhawatirkan dan selalu menjadi permasalahan adalah
pemerataan jumlah alat dan pengetahuan/kecakapan menggunakannya. Adalah
teknologi informasi penciptaan dan pengembangannya lebih banyak dikuasai oleh
negara-negara maju seperti di Amerika Serikat, Jepang, Taiwan dan Singapura.
Keberhasilan semacam itu dimungkinkan karena mereka memiliki kemampuan dan
kondisi modal yang mapan. Riset dan pengembangan (R&D) banyak disokong oleh
pemerintah di kampus-kampus dan dilaksanakan oleh kalangan akademis. Selain itu
memang kemampuan akademis dan IQ negara-negara itu lebih unggul. Inilah
perbedaan utama dengan negara-negara berkembang. Akibatnya perkembangan
teknologi informasi yang terbaru sulit dipakai merata di masyarakat. Itupun
masih dalam tataran sebagai pemakai (user) belum dalam taraf
mengembangkan atau menciptakan.
Sebagian masyarakat di
negara berkembang masih mengandalkan komunikasi interpersonal dalam
aktivitasnya sehari-hari. Hal yang berbeda dengan di AS, setiap rumah tangga,
kantor, sekolah sudah menggantungkan hidupnya pada internet, telepon seluler,
laptop, PDA dan lain sebagainya. Di sana komunikasi dengan menggunakan
peralatan demikian, adalah sesuatu yang wajar dan menjadi bagian dari aktivitas
yang hidup dan profesi yang memang membutuhkan kecepatan dan ketepatan.
Salah satu tolak ukur
kemajuan sebuah negara adalah sampai di mana ia menguasai teknologi dan ilmu
pengetahuan dengan mantap, konprehensif dan total. Termasuk tentu saja
teknologi komunikasi. Sebab, komunikasi memang kebutuhan dalam menjalani
kehidupan yang dinamis menuju peradaban yang lebih maju. Demi mempercepat,
menuju itulah teknologi media/informasi/komunikasi semakin dibuat canggih dan
seterusnya demikian demi menjawab tantangan berkomunikasi yang lebih efektif.
Komunikasi lewat
teknologinya sangat mempengaruhi pengetahuan, cara berpikir dan tingkah laku
masyarakat. Informasi yang sampai sedemikian cepatnya, membuat teknik berpikir
manusia semakin sederhana dan mudah. Berita-berita dan informasi terhangat dari
seluruh dunia tersaji di depan mata sedetik setelah kejadian di dalamnya itu
berlangsung. Hangat dan segar bisa dinikmati lewat koran pagi dan internet.
CEPAT DAN MUDAH!
Referensi
Stewart L. Tubbs dan
Sylvia Moss, Human Communication—Konteks-Konteks Komunikasi, DR.
Deddy Mulyana, MA, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1996.
Carey, James, Communication
As Culture—Essays on Media and Society, Unwin Hyman, Boston, 1989.
Ishadi SK, Jelajah, Trans
TV, Jakarta, 2002
Dunia dikejutkan kabar
menghebohkan pada 18 Oktober 2012 lalu. Majalah Newsweek yang sudah malang
melintang selama lebih dari tujuh dekade memutuskan akan menghentikan penerbitan
edisi cetak per 31 Desember 2012. Penerbitan dalam edisi cetak selanjutnya akan
diganti digital dengan mengusung nama Newsweek Global.
Kabar yang disampaikan Tina
Brown selaku editor-in-chief Newsweek itu memang luar biasa mengejutkan bagi
kalangan pers internasional. Apalagi jika melihat sejarah panjang Newsweek
sebagai salah satu majalah berita terkemuka dan pesaing utama majalah Time.
Namun apa yang menimpa majalah yang pertama kali terbit pada 17 Februari 1933
ini sudah bisa diprediksi sebelumnya. Perkembangan teknologi digital yang makin
pesat secara tidak langsung turut mempengaruhi eksistensi media cetak.
Sekarang ini, hampir semua
orang mengenal internet. Berdasarkan data Internet World Stats, hingga 2011
jumlah pengguna internet sudah lebih dari 2,2 miliar orang atau hampir
sepertiga dari jumlah penduduk dunia. Angka tersebut berpeluang besar bertambah
pada akhir 2012 mengingat akses internet kian mudah. Dulu, selain memanfaatkan
fasilitas di kantor, orang harus ke warung atau kafe internet untuk bisa
menjelajahi dunia maya.
Kini, internet bisa diakses
di mana saja, kapan saja. Dukungan piranti atau gadget yang semakin canggih
memungkinkan orang mendapatkan akses internet dengan mudah. Selain smartphone
dan tablet, mayoritas telepon seluler kini dilengkapi perangkat lunak untuk
mengakses internet. Operator telepon seluler juga berlomba-lomba menawarkan
paket berlangganan internet bertarif murah dengan kecepatan maksimal. Sementara
bagi pengguna PC dan notebook, akses internet bisa diperoleh dengan memakai
modem. Pengguna notebook juga bisa memanfaatkan jaringan Wi-Fi untuk akses
internet. Saat ini, ruang publik seperti kafe, restoran, taman, stasiun dan
terminal mulai menyediakan fasilitas Wi-Fi untuk umum.
Pesatnya perkembangan
teknologi sekarang tak pelak membuat masyarakat semakin up to date. Mereka bisa
mendapatkan informasi tentang apa saja, kapan pun mereka mau, melalui akses
internet. Dibarengi dengan perkembangan media sosial yang makin pesat,
masyarakat seperti tak pernah ketinggalan informasi. Mereka juga bisa terus
saling terhubung tanpa harus bertatap muka secara langsung.
Tren ini tidak hanya
membawa dampak pada inovasi teknologi dan pertumbuhan pasar elektronik, tapi
juga pada perkembangan bisnis media. Sejak awal tahun 2000an, media online
banyak bermunculan. Menyuguhkan berita-berita terkini, keberadaan media online
pelan-pelan menggeser eksistensi media cetak. Dulu, media cetak seperti koran,
majalah dan tabloid menjadi acuan masyarakat dalam mendapatkan informasi
terkini tentang peristiwa yang terjadi di sekitar mereka maupun di dunia
internasional. Kini, masyarakat lebih memilih mengakses media online untuk
mengetahui berita maupun perkembangan terbaru. Media online turut mempermudah
akses informasi itu dengan memanfaatkan sosial media seperti Twitter dan
Facebook sebagai sarana menyebarluaskan berita terbaru yang sudah diunggah tim
redaksi.
Perubahan ini membawa
dampak yang kurang menyenangkan bagi media cetak. Dari sisi pemberitaan, mereka
tidak hanya harus bersaing dengan media cetak lain, tapi juga media online
maupun media elektronik seperti televisi dan radio. Dalam menurunkan sebuah
berita dari peristiwa atau isu yang sama, tim redaksi media cetak harus mencari
angle berbeda agar berita yang diturunkan tetap memiliki nilai jual dan tidak
kalah dari media online, yang dari segi kecepatan jelas lebih unggul.
Dari segi pendapatan,
sekali lagi, media cetak tidak hanya harus bersaing dengan sesama media cetak,
tapi juga media online. Sama seperti jumlah oplah untuk koran, tabloid dan
majalah, banyaknya hit atau pengakses situs berita berpengaruh pada pendapatan
dari iklan. Perlu diketahui, keputusan sebuah perusahaan untuk memasang iklan
di media cetak tertentu turut dipengaruhi jumlah oplah media cetak tersebut.
Semakin banyak jumlah oplah media cetak, asumsinya, makin banyak juga
pembacanya. Ini berarti, pesan yang ingin disampaikan perusahaan ke masyarakat
melalui iklan yang dipasang di media cetak tersebut bisa sampai sesuai
keinginan atau target yang ditetapkan.
Hal serupa berlaku di media
online. Semakin tinggi hit, berarti makin banyak juga orang yang mengakses
portal atau situs tersebut. Pemasang iklan pun akan mempertimbangkan untuk
memasang iklan di sana. Keterbatasan dana untuk pemasangan iklan kemungkinan
besar juga jadi pertimbangan pihak perusahaan dalam memutuskan di media mana
mereka akan memasang iklan. Di sinilah persaingan terjadi.
Mengapa pendapatan dari
sektor iklan sangat penting bagi media cetak? Alasannya sederhana. Kelangsungan
hidup media cetak sangat tergantung pada iklan. Untuk bisa menutup biaya
operasional media cetak yang tidak sedikit, pendapatan dari pemasangan iklan
harus besar. Memang, perusahaan media juga menerima pendapatan dari penjualan
koran, tabloid atau majalah. Namun jumlahnya tidak terlalu besar. Bahkan jika
dihitung, pendapatan dari penjualan koran, tabloid atau majalah tidak mampu
menutup biaya cetak. Artinya, pendapatan dari iklan jadi nafas utama perusahaan
media. Semakin banyak pemasang iklan, semakin besar pula pendapatan. Sebaliknya,
minimnya jumlah pemasang iklan membuat pemilik perusahaan harus terus
mengucurkan dana pribadi untuk menutup biaya operasional. Jika tidak kunjung
menunjukkan tanda-tanda adanya keuntungan, bukan tidak mungkin pemilik
perusahaan akan menutup media tersebut dengan alasan keterbatasan dana.
Dibanding media online,
biaya operasional media cetak memang lebih besar dan lebih mahal. Selain gaji
karyawan, beban terbesar media cetak ada di biaya cetak. Hitungan biaya cetak
untuk satu eksemplar koran, misalnya saja, bisa melebihi harga jual per
eksemplarnya. Biaya semakin besar jika pihak perusahaan media tidak memiliki
mesin cetak sendiri. Dalam menerbitkan koran, majalah atau tabloid, mereka
harus menjalin kontrak dengan pihak percetakan selama kurun waktu tertentu.
Biaya yang harus dibayarkan? Bisa mahal, bisa murah. Tarif percetakan, terutama
untuk koran, terbilang beragam. Ada yang murah, ada juga yang mahal. Hanya
saja, seperti kata orang Jawa, ana rega ana rupa. Artinya, jika ingin
mendapatkan kualitas cetak yang bagus, pihak perusahaan koran harus mau
mengeluarkan biaya lebih besar. Sebaliknya, jika perusahaan koran memilih
percetakan bertarif murah, kualitasnya yang didapat pun tidak terlalu bagus.
Memang, perusahaan media
cetak bisa mengatasi masalah biaya cetak dengan membeli mesin cetak sendiri.
Memiliki mesin cetak sendiri tidak hanya meringankan biaya cetak, tapi juga
membuka keran pendapatan bagi pihak perusahaan media dari sektor lain. Mereka
bisa menerima order cetak dari pihak lain, entah itu sesama perusahaan media
atau perusahaan yang bergerak di sektor lain yang butuh membuat selebaran,
brosur dan lain sebagainya. Namun tidak semua perusahaan media mampu membeli
cetak. Terutama perusahaan media dengan dana terbatas tapi tetap bernafsu
menerbitkan sebuah koran, majalah atau tabloid. Jika tidak diimbangi pemasukan
yang besar, biaya cetak lambat laun akan menjadi beban besar bagi keuangan
perusahaan.
Selain masalah persaingan
antar media dan keuangan, media cetak juga menghadapi tantangan lain. Isu lingkungan
hidup saat ini kian booming. Kampanye paperless atau pengurangan penggunaan
kertas semakin ramai didengungkan. Proses administrasi di beberapa instansi
pemerintah maupun perusahaan swasta sekarang juga mulai bergeser dari kertas ke
elektronik. Data yang dibutuhkan cukup dimasukkan dalam data base yang bisa
diakses seluruh pihak dalam perusahaan melalui komputer yang terhubung lewat
local area network. Selain lebih efektif, cara ini juga mengurangi penggunaan
kertas yang saat ini menjadi isu tersendiri terkait lingkungan hidup. Seperti
diketahui, bahan pembuatan kertas berasal dari kayu. Artinya, makin banyak
kertas yang dipakai, makin banyak pula pohon yang harus ditebang. Praktik
semacam ini memang sudah berjalan lama. Hanya saja, aksi penebangan pohon tidak
dibarengi dengan penanaman kembali. Imbasnya, jumlah hutan yang ada di dunia
semakin berkurang. Tanpa hutan, masalah lingkungan pun muncul, mulai dari
bencana alam hingga pemanasan global. Fakta inilah yang mendorong para aktivis
lingkungan hidup gencar mendengungkan kampanye paperless.
Mengapa masalah ini
berkaitan erat dengan bisnis media cetak? Karena media cetak salah satu
pengguna kertas terbesar di dunia. Bayangkan saja, berapa ribu lembar kertas
koran yang dipakai dalam sehari. Dan berapa ribu lembar juga yang terbuang
setelah seluruh berita dalam koran tersebut selesai dibaca. Memang, saat ini
sudah banyak pihak yang menjalankan bisnis daur ulang kertas maupun orang-orang
yang mulai memilih menggunakan kertas daur ulang. Namun jumlahnya belum
sebanding dengan jumlah kertas yang diproduksi, digunakan dan dibuang setiap
hari.
Jika melihat kondisi
tersebut dan tren yang berkembang sekarang, bukan tidak mungkin media cetak
nantinya akan ditinggalkan, entah oleh pembaca maupun investornya. Memang,
untuk saat ini, masih banyak orang yang setia membaca maupun berlangganan
koran, majalah atau tabloid. Tapi tidak sedikit juga publik yang mulai memilih
berlangganan koran, majalah atau tabloid secara elektronik. Tak sedikit pula
yang rajin mengakses berita-berita di media online, minimal sekali dalam
sehari.
Bisnis media online juga
makin berkembang. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak bermunculan media
online baru. Memang, banyak pula koran, majalah atau tabloid baru yang beredar
di pasaran. Namun tidak sedikit pula yang akhirnya gulung tikar atau statusnya
“hidup segan mati tak mau” karena sulit merebut pasar yang sudah didominasi
media cetak tertentu, yang sudah bisa dipastikan punya nama lebih besar.
·
Jadi,
sampai kapan media cetak akan bertahan?
No comments:
Post a Comment