BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Etika secara harfiah
bermakna pengetahuan tentang azas-azas akhlak atau moral. Etika secara
terminologi kemudian berkembang menjadi suatu konsep yang menjelaskan tentang
batasan baik atau buruk, benar atau salah, dan bisa atau tidak bisa, akan suatu
hal untuk dilakukan dalam suatu pekerjaan tertentu. Istilah kode etik kemudian
muncul untuk menjelaskan tentang batasan yang perlu diperhatikan oleh seorang
profesional ketika menjalankan profesinya.
Seperti halnya
profesi-profesi yang lain, Akuntan
Publik
juga mempunyai kode etik yang digunakan sebagai rambu-rambu atau
batasan-batasan ketika seorang Akuntan
Publik
menjalankan perannya. Pemahaman yang cukup dari seorang Akuntan Publik tentang kode etik, akan menciptakan
pribadi Akuntan Publik yang profesional,
kompeten, dan berdaya guna. Tanpa adanya pemahaman yang cukup tentang kode
etik, seorang Akuntan Publik akan terkesan tidak
elegan, bahkan akan menghilangkan nilai esensial yang paling tinggi dari
profesinya tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Ø
Apa
itu pengartian kode etik profesional?
Ø
Apa saja perlunya kode etik bagi profesi?
Ø Bagaimanakah kode
etik akuntan di Indonesia?
1.3 Tujuan
Pembahasan
ü Mampu
memaparkan dan menjelaskan pengartian
kode
etik profesional.
ü Mampu
memaparkan dan menjelaskan perlunya
kode etik bagi profesi.
ü Mengerti dan mengetahui Bagaimanakah kode etik akuntan di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kode
Etik Profesional
Fenomena akan keberadaan
kode etik keprofesian merupakan hal yang menarik untuk diperhatikan. Hal ini
terutama jika dikaitkan dengan besarnya tuntutan publik terjadap dunia usaha
yang pada umumnya mengedepankan etika dalam menjalankan akifitas bisnisnya.
Tuntutan ini kemudian direspon dengan antara lain membuat kode etik atau kode
perilaku. Scwhartz (dalam Ludigdo, 2007) menyebutkan kode etik sebagai dokumen
formal yang tertulis dan membedakan yang terdiri dari standar moral untuk
membantu mengarahkan perilaku karyawan dan organisasi. Sementara fungsinya
adalah sebagai alat untuk mencapai standar etis yang tinggi dalam bisnis
(kavali., dkk, dalam Ludigdo, 2007). Atau secara prinsip sebagai petunjuk atau
pengingat untuk berprilaku secara terhormat dalam situasi-situasi tertentu.
Suatu rumudan kode etik
seharusnya merefleksikan standar moral universal.Standar moral universal tersebut menurut Scwhartz (dalam
Ludigdo, 2007) meliputi :
a. Trustworthiness (meliputi honesty,
integrity, reliability, dan loyality)
b. Respect (meliputi perlindungan dan perhatian
atas hak azasi manusia)
c. Responsibility (meliputi juga accountability)
d. Fairness (meliputi
penghindaran dari sifat tidak memihak, dan
mempromosikan persamaan)
e. Caring (meliputi
misalnya penghindaran atas tindakan-tindakan yang merugikan dan tidak perlu)
f. Citizenship (meliputi
penghormatan atas hukum dan perlindungan lingkungan)
Selanjutnya ada beberapa
alasan mengapa kode etik perlu untuk dibuat. Beberapa alasan tersebut adalah (Adams., dkk, dalam Ludigdo,
2007) :
a. Kode etik
merupakan suatu cara untuk memperbaiki iklim organisasional sehingga
individu-individu daoat berperilaku secara etis.
b. Kontrol etis
diperlukan karena sistem legal dan pasar tidak cukup mampu mengarahkan perilaku
organisasi untuk mempertimbangkan dampak moral dalam setiap keputusan
bisnisnya.
c. Perusahan
memerlukan kode etik untuk menentukan status bisnis sebagai sebuah profesi,
dimana kode etik merupakan salah satu penandanya.
d. Kode etik dapat
juga dipandang sebagai upaya menginstitusionalisasikan moral dan nilai-nilai
pendiri perusahaan, sehingga kode etik tersebut menjadi bagian dari budaya
perusahaan dan membantu sosialisasi individu baru dalam memasuki budaya
tersebut.
e. Kode etik
merupakan sebuah pesan.
Profesional dalam melakukan pekerjaan untuk kepentingan publik
(pihak yang membutuhkan) dibutuhkan etika mengenai profesi. Penyusunan etika
profesional pada setiap profesi biasanya dilandasi kebutuhan profesi tersebut
tentang kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa yang diserahkan oleh profesi
(Mulyadi dan Kanaka, 1999: 45).
Kode etik yang dapat mencapai sasaran yang diinginkan, kode etik
tersebut harus memiliki empat komponen. Empat komponen tersebut meliputi:
(1) Prinsip-prinsip, yaitu standar ideal daari
perilaku etis yang dapat dicapai dalam terminologi filosofis. Dalam dunia
auditing, prinsip-prinsip tersebut meliputi: tanggungjawab, kepentingan
masyarakat, integritas, obyektivitas dan independensi, kemahiran serta lingkup
dan sifat jasa.
(2) Peraturan perilaku, yakni standar minimum
perilaku etis yang ditetapkan sebagai peraturan khusus.
(3) Interprestasi
(4) Ketetapan etika yaitu penjelasan dan
jawaban yang diterbitkan guna menjawab pertanyaan-pertanyaan peraturan perilaku
yang terjadi.
2.2 Perlunya
kode etik bagi profesi
Kode etik yang mengikat semua anggota profesi perlu ditetapkan
bersama, tanpa kode etik maka setiap individu dalam satu komunitas akan
memiliki sikap atau tingkah laku yang berbeda – beda yang dinilai baik menurut
anggapannya sendiri dalam berinteraksi dengan masyarakat atau organisasi
lainnya. Oleh karena itu nilai etika atau kode etik diperlukan oleh masyarakat,
organisasi, bahkan Negara agar semua berjalan dengan tertib, lancar, teratur,
dan terukur.
Kepercayaan
masyarakat dan pemerintah atas hasil kerja auditor ditentukan oleh keahlian,
indepedensi serta integritas moral/ kejujuran para auditor dalam menjalankan
pekerjaannya. Ketidak percayaan masyarakat terhadap satu atau beberapa auditor
dapat merendahkan martabat profesi auditor secara keseluruhan, sehingga dapat
merugikan auditor lainnya. Oleh karena itu organisasi auditor berkepentingan
untuk mempunyai kode etik yang dibuat sebagai prinsip moral atau aturan
perilaku yang mengatur hubungan antara auditor dengan klien dan masyarakat.
2.3 Prinsip Etika Akuntan atau Kode Etik
Akuntan
Di
dalam Kode Etik Akuntan Publik sendiri memuat setidaknya ada tiga aturan yang
memuat aturan atau standard – standart dalam aturan auditing yaitu: prinsip
etika, aturan etika dan interpretasi aturan etika. Dan dalam kesempatan ini
saya akan mendeskripsikan prinsip etika yang meliputi delapan butir dalam
pernyataan IAI, 1998, dalam Ludigdo, 2007 (dalam bahasa pemahaman
sendiri).
1.
Tanggung
Jawab profesi
Setiap auditor harus
senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam setiap kegiatan
yang dilakukan seperti dalam mengaudit sampai penyampaian hasil laporan audit.
2.
Kepentingan
Publik
Profesi akuntan publik
memegang peran yang penting di masyarakat, dimana publik dari profesi akuntan
yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai,
investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada
obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis
secara tertib.
3.
Integritas
Auditor harus memiliki
integritas yang tinggi, sama seperti hal dalam kepentingan publik, auditor
adalah peran yang penting dalam organisasi, dalam menjalankan tanggung jawabnya
auditor harus memiliki integritas yang tinggi, tidak mementingkan kepentingan
sendiri tetapi kepentingan bersama atas dasar nilai kejujuran.
4.
Objektivitas
Obyektivitasnya adalah
suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip
obyektivitas mengharuskan auditor bersikap adil, tidak memihak, jujur secara
intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan
kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain.
5.
Kompetensi
dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus
melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan,
serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan
profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau
pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling
mutakhir.
6.
Kerahasiaan
Setiap auditor harus
menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasanya dan
tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan
klien atau pihak – pihak yang terkait, kecuali bila ada hak atau kewajiban
profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
7.
Perilaku
Profesional
Setiap auditor harus
berperilaku yang konsisten dengan karakter yang dimiliki yang harus dapat
menyesuaikan perilakunya dengan setiap situasi atau keadaan dalam setiap
tanggung jawabnya terhadap klien.
8. Standar Teknis
Setiap
auditor harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan
standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan
berhati-hati. Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati
auditor adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.
Internasional Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan
perundang-undangan yang relevan.
2.4 Aturan Etika IAI-KAP
Untuk memberikan pedoman
etika yang spesifik di bidang etika profesi akuntan publik , IAI Kompartemen
Akuntan Publik (IAI-KAP) telah menyusun aturan etika . dalam hal keterterapan
aturan ini mengharuskan anggota IAI-KAP dan staf profesional (baik yang anggota
maupun yang bukan anggota IAI-KAP) yang bekerja di suatu kantor akuntan publik
untuk mematuhinya. Aturan etika ini
meliputi pengaturan tentang :
1. Independensi, Integritas, dan
Obyektifitas.
Indenpendensi
Dalam menjalankan tugasnya anggota KAP harus selalu
mempertahankan sikap mental independen di dalam memberikan jasa profesional
sebagaimana diatur dalam Standar Profesional Akuantan Publik yang ditetapkan
olh IAI. Sikap mental independen tersebut harus meliputi independen dalam fakta
(infacts) maupun dalam penampilan (in appearance).
Independen berarti bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh
pihak lain dan tidak tergantung pada orang lain. Tiga aspek dalam independensi
auditor, yaitu:
(a) Independensi dalam diri auditor (independence
in fact): kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan berbagai
faktor dalam audit finding.
(b) Independensi dalam penampilan (perceived
independence). Independensi ini merupakan tinjauan pihak lain yang
mengetahui informasi yang bersangkutan dengan diri auditor.
(c) Independensi di pandang dari sudut
keahliannya. Keahlian juga merupakanfaktor independensi yang harus
diperhitungkan selain kedua independensi yang telah disebutkan. Dengan kata
lain auditor dapat mempertimbangkan fakta dengan baik yang kemudian ditarik
menjadi suatu kesimpulan jika ia memiliki keahliam mengenai hal tersebut.
Integritas dan Obyektifitas
Integritas adalah auditor yang memiliki kemampuan untuk mewujudkan
apa yang diyakini kebenarannya tersebut kedalam kenyataan.
Obyektifitas adalah unsur karakter yang menunjukkan kemampuan seseorang
maupun menyatakan kenyataan sebagaimana adanya, terlepas dari kepentingan
pribadi maupun kpentingan pihak lain.
Dalam menjalankan tugasnya anggota KAP harus mempertahankan
integritas dn obyektivitas, harus bebas dari benturan kepentingan (conflict
of interest) dan tidak boleh mmebiarkan faktor salah saji material (material
misstatement) yang diketahuinya atau mengalihkan (mensubordinasikan)
pertimbangannya kepada pihak lain.
2. Standar Umum dan Prinsip Akuntansi
Standar Umum
Anggota KAP harus mematuhi standar berikut ini beserta
interprestasi yang terkait yang dikeluarkan oleh badan pengatur standar yang
ditetapkan IAI, antara lain:
a. Kompetensi Profesional
Anggota IAI hanya boleh melakuan pemberian jasa profesional yang
secara layak (reasonable) diharapkan dapat diselesaikan dengan
kompetensi profesional.
b. Kecermatan
dan keseksamaan profesional
Anggota KAP wajib melakukan pemberian jasa profesional dengan
kecermatan dan keseksamaan profesional.
c. Perencanaan dan Supervisi
Anggota KAP wajib merencanakan dan mensuvervisi secara memadai
setiap pelaksanaan pemberian profesi jasa profesional.
d. Data relevan yang memeadai
Anggota KAP wajib memperoleh data relevan yang memadai untuk
menjadi dasar yang layak bagi kesimpulan atau rekomendasi sehubungan dengan
pelaksanaan jasa profesionalnya.
e. Kepatuham terhadap standar
Anggota KAP yang melaksanakan penugasan jasa audititing,
atestasi, review, kompilasi, konsultasi manajemen, perpajakan atau jasa
profesional lainnya, wajib mematuhi standar yang dikeluarkan oleh badan
pengatur standar yang ditetapkan oleh IAI.
Prinsip-Prinsip Akuntansi
Anggota KAP tidak diperkenankan:
(1)
Menyatakan pendapat atau memberikan penegasan bahwa laporan keuangan atau data
keuangan lain suatu entitas disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum atau
(2)
Menyatakan bahwa ia tidak menemukan perlunya modifikasi material yang harus
dilakukan terhadap laporan atau data tersebut agar sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku, apabila laporan tersebut memuat penyimpangan yang
berdampak material terhadap laporan atau data secara keseluruhan dari
prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan oleh badan pengatur standar yang
ditetapkan IAI. Dalam keadaan luar biasa, laporan atau data mungkin memuat
penyimpangan seperti tersebut di atas. Dalam kondisi tersebut anggota KAP dapat
tetap mematuhi ketentuan dalam butir ini selama anggota KAP dapat menunjukkan
bahwa laporan atau data akan menyesatkan apabila memuat penyimpangan seperti
itu, dengan cara serta alasan mengapa kepatuhan prinsip akuntansi yang berlaku
umum akan menghasilkan laporan yang menyesatkan.
3. Tanggungjawab kepada Klien
Informasi klien yang rahasia
Anggota
KAP tidak diperkenankan mengungkapkan informasi klien yang rahasia, tanpa
persetujuan dari klien.
Ketentuanya tidak dimaksudkan untuk:
(1) Membebaskan anggota KAP dari kewajiban profesionalnya sesuai
dengan aturan etika kepatuhan terhadap standar dan prinsip-prinsip akuntansi
(2) Mempengaruhi kewajiban anggota KAP dengan cara apapun untuk
mematuhi peraturan perundangan-undangan yang berlaku seperti panggilan resmi
penyidikan pejabat pengusut atau melarang kepatuhan anggota KAP terhadap
ketentuan peraturan yang berlaku,
(3) Melarang review praktik profesional (review mutu) seorang
anggota sesuai dengan kewenangan IAI atau
(4) Menghalangi anggota dari pengajuan pengaduan keluhan atau
pemberian komentar atas penyidikan yang dilakukan oleh badan yang dibentuk
IAI-KAP dalam rangka pengecekan disiplin anggota.
Fee profesional
a. Besaran fee
Besarnya fee anggota dapat bervariasi
tergantung antara lain: risiko penugasan, kompleksitas jasa yang diberikan,
tingkat keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan jasa tersebut, struktur
biaya KAP yang bersangkutan dan pertimbangan profesional lainnya.
b. Fee kontinjensi
Fee kontinjensi adalah fee yang ditetapkan
untuk pelaksanaan suatu jasa profesional tanpa adanya fee yang akan dibebankan,
kecuali ada temuan atau hasil tertentu dimana jumlah fee tergantung pada temuan
atau hasil tertentu tersebut. Fee dianggap tidak kontinjensi jika ditetapkan
oelh pengadilan atau badan pengatur atau dalam hal perpajkan, jika dasar
penetapan adalah hasil penyelesaian hukum atau temuan dadan pengatur.
Anggota KAP tidak diperkenankan untuk menetapkan fee kontinjensi
apabila penetapan tersebut dapat mengurangi independensi.
4. Tanggungjawab kepada Rekan Seprofesi
Dengan tidak melakukan perkataan dan perbuatan yang dapat
merusak reputasi rekan seprofesi.
Komunikasi antar akuntan publik
Anggota wajib berkomunikasi tertulis dengan akuntan publik
pendahulu bila akan mengadakan perikatan (engagement) audit menggantikan
akuntan publik pendahulu atau untuk tahun buku yang sama ditunjuk akuntan
publik lain dengan jenis dan periode serta tujuan yang berlainan.
Akuntan publik pendahulu wajib menanggapi secra tertulis
permintaan komunikasi dari akuntan pengganti secara memadai.
Perikatan Atestasi
Akuntan publik tidak diperkenankan mengadakan perikatan atestasi
yang jenis atestasi dan periodenya sama dengan perikatan yang dilakukan oleh
akuntan yang lebih dahulu di tunjuk klien, kecuali apabila perikatan tersebut
dilaksanakan untuk memenuhi ketentuan perundang-undangan atau aturan yang di
buat oleh badan berwenang.
5. Tanggung jawab dan praktik lain
Perbuatan dan
Perkataan yang Mendeskreditkan
Anggota tidak diperkenankan melakukan tindakan dan/ atau
mengucapkan perkataan yang mencemarkan profesi.
Iklan, Promosi dan Kegiatan Pemasaran Lainnya
Anggota dalam menjalankan praktik akuntan publik diperkenankan
mencari klien melalui pemasangan iklan, melakukan promosi pemasaran dan
kegiatan pemasaran lainnya sepanjang tidak tidak merendahkan citra profesi.
Komisi dan Fee referal
a. Komisi
Komisi adalah imbalan dalam bentuk uang atau barang atau bentuk
lainnya yang diberikan atau diterima kepada/ dari klien/ pihak lain untuk
memperoleh penugasan dari klien/ pihak lain.
b. Fee referal (rujukan)
Fee referal (rujukan) adalah imbalan yang dibayarkan/ diterima
kepada/ dari sesama penyedia jasa profesional akuntan publik.
Bentuk Organisasi dan nama KAP
Anggota hanya dapat
berpraktik dalam bentuk organisasi yang diizinkan oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan/ atau yang tidak menyesatkan dan
merendahkan citra profesi.
2.5 Kode
Etik Akuntan di Indonesia
Bagi praktik Akuntan di Indonesia kebutuhan akan etika
dipenuhi oleh organisasi proesi yang berkaitan dengan hal tersebut yakni Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI). Historis kode etik yang dikeluarkan oleh IAI adalah
sebagai berikut:
(1) Kongres tahun
1973: Penetapan kode etik bagi profesi akuntan di Indonesia.
(2) Kongres tahun 1981 dan tahun 1986:
Penyempurnaan kode etik, nama kode etik sebelum tahun 1986 adalah Kode etik IAI
dan kongres tahun 1986 mengubah nama tersebut dengan Kode etik Akuntan Indonesia
sampai sekarang.
(3) Kongres tahun 1990
dan tahun 1994: Penyempurnaan kode etik.
Seorang
akuntan juga harus memenuhi Aturan
Etika Kompartemen Akuntan Publik yang merupakan aturan normal yang wajib
dipenuhi oleh akuntan publik. Berkaitan dengan Kode Etik Akuntan Indonesia pada
prinsipnya menurut Sukrisno Agoes (2004:40) adalah suatu pedoman bagi para
anggota IAI untuk bertugas secara bertanggung jawab
dan objektif. Karena jasa yang diberikan kepada pihak lain berupa pengetahuan dan
keahliannya sehingga auditor harus memiliki rasa tanggung jawab kepada
pihak-pihak yang dipengaruhi oleh jasanya itu.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Etika dapat diartikan sebagai ilmu tentang apa yang biasa
dilakukan atau ilmu kebiasaan sedangkan etika merupakan ilmu yang menyelidiki
tingkah laku moral dimana dalam penyelidikan tersebut dilakukan dengan tiga
pendekatan. Tiga pendekatan tersebut adalah pendekatan etika deskriftif, etika
normatif dan metaetika. Kode etik harus memiliki empat komponen, yaitu Prinsip
– prinsip, Peraturan perilaku, Interprestasi dan Ketetapan etika.
Sementara itu prinsip etika akuntan atau
kode etik akuntan itu sendiri meliputi delapan butir pernyataan (IAI, 1998,
dalam Ludigdo, 2007). Kedelapan butir pernyataan tersebut merupakan hal-hal
yang seharusnya dimiliki oleh seorang akuntan. Delapan butir tersebut
adalah tanggungjawab profesi, kepentingan publik, intergritas, obyektifitas,
kompetensi dan kehati – hatian profesional, kerahasiaan, perilaku profesional,
dan standar teknis
3.2 Saran
Dari uraian pembahasan di atas penulis
menyarankan kepada pembaca sekalian agar manfaat dari pembahasan mengenai Kode Etik Akuntan Publik
dapat memberikan wawasan positif. Dimana sisi positif dari uraian tersebut bisa
dijadikan sebagai bahan untuk menambah pengetahuan tentang Kode Etik Akuntan Publik tersebut dan sisi kurang baiknya bisa
dijadikan sebagai bahan pembelajaran untuk menjadi lebih baik lagi. Untuk itu,
penulis sangat mengharapkan saran dari pembaca.
DAFTAR
PUSTAKA
Sungguh,
A (2004) 25 Etika Profesi. Jakarta : Sinar Grafika
Ludigdo,
U (2007) Paradoks Etika Akuntan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
No comments:
Post a Comment