Ads 468x60px

Definition List

Search

1/13/14

Pengaruh Media terhadap Masyarakat dalam Kaitannya dengan Perkembangan Teknologi Komunikasi

Oleh: Bonjoer

IT Report, sebuah media cetak internasional pernah mengeluarkan pernyataan yang filosofis: “kalau teknologi adalah jawaban, lalu apa pertanyaannya?” Barangkali pernyataan seperti ini dilatarbelakangi kenyataan bahwa teknologi sebenarnya hanyalah satubagian dari sebuah sistem yang menjalankan dan mengubah dunia saat ini. Beberapa orang yang progresif memandang teknologi adalah solusi dari semua permasalahan manusia, terutama ekonomi.
Namun, teknologi mengambil peranan yang sangat penting dalam komunikasi. Bahkan bisa dikatakan, komunikasi tidak akan bisa semudah saat sekarang ini jika tidak ada kemajuan teknologi yang cepat. Dan sesungguhnya media lahir dari teknologi.  Ingat mesin cetak pertama yang dibuat oleh Johannes Guttenberg. Kemampuan teknologi pengganda itu menghasilkan banyak media cetak koran, majalah, tabloid hingga buku.
Teknologi telekomunikasi pun semakin berkembang, semakin cepat, tepat, akurat, kecil, murah, mudah, efektif dan efisien. Proses berkomunikasi pun memiliki ciri dan sifat yang seperti itu, khususnya efektif. Proses mengirimkan pesan dari Indonesia ke Kanada tidak usah menunggu hingga berminggu-minggu berkat e-mail. Informasi dan kegiatan berkomunikasi kualitas dan kuantitasnya dihitung dalam satuan digital 0 dan 1. Kecepatan dan ketepatan informasi sangat dimungkinkan oleh pemakaian media dengan teknologi yang tepat. Hingga perlu digarisbawahi di sini adalah berbicara komunikasi dan media maka kita juga akan membicarakan komunikasi. Media adalah teknologi dan teknologi adalah media.
Milenium ketiga adalah zaman keemasan teknologi informasi. Sebagai gelombang ketiga peradaban umat manusia seperti yang diramalkan Alfin Toffler sebelumnya adalah peradaban yang super cepat. Ruang dan waktu semakin dibuat cepat dan sempit, seakan-akan dunia dibuat menjadi satu komunitas, di mana setiap penghuninya bisa berinteraksi secara realtime tanpa halangan yang berarti. Berbagi informasi antar benua dan negara di belahan dunia manapun semakin mudah. Puncak dan titik acuan dari ini semua adalah konvergensi komputer dan telekomunikasi 30 tahun yang lalu. Jadilah teknologi internet yang kita kenal selama ini seakan-akan tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Sebagai media komunikasi, ia sama saja seperti kebutuhan manusia untuk berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain. Hingga bisa dimunculkan tesis, kebutuhan terhadap internet adalah kebutuhan untuk berkomunikasi dan ini adalah harga mati.
Dari sini juga dilakukan terus diversifikasi alat-alat berteknologi canggih lainnya, tentu rata-rata didasarkan pada teknologi internet itu. Seperti Personal Data Asssistant (PDA), Tablet PC, Notebook, CD ROM, VCD, DVD, SVCD, Pena Digital, telepon  selular, GPRS, CDMA dan banyak lagi yang lainnya. Semua teknologi ini dimaksudkan untuk mempermudah proses komunikasi antar manusia dalam konteks global. Dijanjikan penggunaannya sangat mudah dengan harga yang relatif murah. Namun perlu dipertanyakan kembali bagaimana efeknya terhadap kesenjangan penggunaannnya di negara-negara berkembang. Teknologi yang baru muncul tidak serta merta merata pemakaiannya di seluruh dunia, walaupun standar yang digunakan juga relatif sama. Namun demikian, beberapa negara berkembang belum memiliki sarana penunjang yang memungkinkan teknologi terbaru bisa diadopsi. Belum lagi jika kita membicarakan adaptasinya di masyarakat yang berbeda kultur. Padahal masalah mendasar dalam berkomunikasi adalah kesamaan pesan yang diterima tanpa noise. Kesenjangan TI ini juga dinilai sebagai noise yang memang sampai kini menjadi masalah. Karena, menyangkut berbagai macam faktor, seperti politik dan ekonomi.
Selain kecepatan yang lebih besar untuk mengirimkan pesan, kita juga menyaksikan perubahan-perubahan besar dalam volume informasi yang dikirimkan, disimpan, dan diambil kembali. Misalnya peralatan elektronik dalam bidang percetakan secara menakjubkan telah meningkatkan jumlah buku, bultein, dan majalah yang diterbitkan.
Williams (1989) menjelasakan bahwa teknologi baru dapat dianggap sebagai perluasan media bahwa sementara media berfungsi sebagai indra-indra pasar dan cara-cara komunikasi kita, … media baru biasanya bukan merupakan sistem tersendiri. Alih-alih, media baru memperluas sistem yang sudah ada.
Kebanyakan kota besar menawarkan pelayanan papan buletin, yang memungkinkan orang memberikan pengumuman pada suatu file yang terbuka bagi semua pengguna sistem tersebut. Dengan cara ini percakapan komputer berkembang dan subkultur yang unik berkembang, untuk berbagi kepentingan… banyak pelayanan papa buletin juga dihubungkan dengan pelayanan pengarahan perjalanan nasional yang mengirimkan pesan dalam semalam dan gratis dari satu papan buletin ke papan buletin lainnya di seluruh negeri (Gergen, 1991)
Electricity promised, so it seemed, the sama freedom, decentralization, ecological harmony, and democratic community… but also promised the same power dan economic expansion (Jhon H. Quirk, 1989)

Berikut  tabel yang menunjukkan teknologi baru dalam tingkat komunikasi tradisional.

Tingkat
Bentuk Tradisional
Penerapan Teknologi
Antarpersona
Tatp muka, surat, telepon
Telepon, hubungan kelompok pribadi, surat elektronik, voicegram
Kelompok
Tatap muka
Konferensi telepon, telekomunikasi komputer
Organisasional
Tatap muka, memo, interkom, telepon, pertemuan
Konferensi telepon, surat elektronik, manajemen dengan bantauan komputer, sisitem informasi, faksimil.
Publik
Surat kabar, majalah, buku, televisi, radio, film
Videotape, video disk, TV kabel, TV satelit langsung, videoteks, teleteks, sistem informasi digital

Kini teknologi komunikasi informasi digunakan juga dalam bidang kesehatan yang disebut dengantelemedicine. Bisnis sudah banyak menggunakan telekonferensi. Dalam bidang pendidikan, televisi dan TV kabel juga digunakan, juga di masa depan surat elektronik atau surat suara, konferensi para orangtua dan para guru mungkin akan lebih sering lagi.
Penerapan kemajuan teknologi dapat pula mengintensifkan selektivitas khalayak komunikasi  massa. Sebaliknya, teknologi juga telah memungkinkan media massa untuk menjadi lebih selektif. Misalnya dalam bidang penerbitan, buku-buku sekarang dapat dicetak bila diperlukan, dengan beberapa bagian ditambahkan aatau dibuang, sesuai dengan permintaan pembaca.
Penerapan fiber optik diperkirakan dapat mereduksi kesenjangana penggunaan teknologi di masyarakat. Dari sana akan dapat ditingkatkan jumlah pemakaian alat-alat audio, video, dan data komputer. Lewat pendidikan interaktif melalui video dan jaringan komputer akan mungkin bagi jaringan fiber optik untuk meningkatkan tingkat pendidikan di pedesaan dan mengembangkan banyak kota kecil. Namun demikian dikhawatirkan jaringan serat optik yanga begitu mahal dapat menciptakan kaum elit TI yang tidak mengindahkan masyrakat dalam wilayah yang tidak terlayani teknologi itu. Tesis teknologi komunikasi dapat mempersatukan masyarakat, justru kembali perlu dipertanyakan.
Komunikasi adalah kebutuhan mendasar manusia. Dengan teknologi komunikasi yang baru telah banyak meningkatkan komunikasi antar budaya. Orang-orang dapat berkomunikasi, mengenal dan mengetahui berbagai macam budaya bangsa dengan mudah dan cepat. Jhon H. Quirk (1989) mengungkapkan kekuatan elektronik dalam komunikasi dan transportasi berfungsi untuk memfasilitasi difusi budaya, pemerataan populasi, dan desentralisasi kekuasaan.
Buck (1988)  mengungkapkan bahwa media massa memungkinkan komunikasi emosional spontan untuk pertama kalinya dan bahwa media dengan kehadirannya boleh jadi menciptakan komunitas global. Namun, merunut pada sejarah peradaban manusia yang lama berkutat dengan teknologi komunikasi mulai dari mesin cetak dan telepon justru menimbulkan kekacauan bahkan mengancam kehidupan normal kehidupan manusia.
Dennis Mc Quail dalam bukunya Teori Komunikasi Massa, mengatakan, permasalahan komunikasi massa bersifat komprehensif, yang melibatkan gagasan yang berkenan dengan setiap proses “peringkat bawah”. Para individu menerima dan menangani banyak informasi secara langsung dari media massa. Hubungan, kelompok dan institusi sosial lainnya acapkali dipaparkan dalam media dan ditanggapi serta dipelajari dengan cara lebih kurang sama dengan kenyataan sebenarnya.
Dalam memproduksi informasi, media massa tetap harus memperhatikan kondisi komunikasi sebagai sasarannya—dalam hal ini adalah masyarakat. Media yang ingin berhasil menyampaikan pesan dengan tepat kepada media harus benar-benar mengenal masyarakat yang dituju. Tanpa itu media tak akan berari apa-apa di mata masyarakat. Oleh sebab itu media berperan sangat besar dalam menentukan apa yang diinginkan oleh masyarakat dan juga sebaliknya. Seperti teori Agenda Setting dan Hipodermic Needle, di mana pesan sangat berpengaruh kepada masyarakat sebagai komunikannya. Jadi, masyarakat adalah objek media itu sendiri, bukan subjek. Inilah juga yang merangsang pengembang dan ilmuwan untuk mengembangkan teknologi informasi yang pesat dan selalu canggih.
Dua puluh dua tahun yang lalu, Marshall Mc Luhan menulis buku Media is the Message meramalkan bahwa media lebih menentukan isi pesan, karena media itu yang membawa pesan itu. Seberapa jauh pesan itu sampai, seberapa jauh luas khalayak yang dicapai dan bagaimana dampaknya pada masyarakat, ditentukan oleh media itu sendiri
Pada awal milenium kedua ini ditandai dengan merjernya American Online (AOL) dengan  Time Warner. AOL, perusahaan raksasa internet itu bergabung dengan perusahaan media yang sudah menggurita puluhan tahun lamanya. Banyak media mulai menggabungkan diri dengan perusahaan jaringan internet, atau setidaknya membuat jaringan sendiri di dunia virtual itu demi pengembangan dan perluasan informasi kepada khalayak. Dengan demikian informasi yang disampaikan bisa semakin beragam dan sangat cepat serta tentu saja lebih mudah dalam hal penanganan dan pengontrolannya.
Perkembanga yang sedang berlangsung menyangkut teknologi media ini adalah bagaimana menggabungkan siaran radio dan televisi dengan internet. Hingga orang-orang dapat menikmati musik dan tayangan radio dan TV di internet sekaligus. Kemudian di bidang publikasi juga kecipratan. Buku yang selama ini kita kenal tidak akan kita jumpai lagi di masa akan datang. Tebalnya ensiklopedia digantikan dengan satu file saja. Isinya bisa kita lihat di e-book (buku elektronik). Seperti sebuah komputer saku yang bisa dibawa ke mana-mana tanpa kabel. Untuk mengakses buku yang lain, dengan mudah melalui internet, kita bisa membelinya di toko virtual. Mudah!
Teknologi media dalam berkomunikasi memang sangat menjanjikan kecepatan dan ketepatan penyampaian pesan kepada banyak orang-orang dalam yang bersamaan. Kemampuannya dalam hal kualitas memang tidak diragukan. Terutama adalah pemakaiannya yang sangat mudah dan sederhana. Namun yang dikhawatirkan dan selalu menjadi permasalahan adalah pemerataan jumlah alat dan pengetahuan/kecakapan menggunakannya. Adalah teknologi informasi penciptaan dan pengembangannya lebih banyak dikuasai oleh negara-negara maju seperti di Amerika Serikat, Jepang, Taiwan dan Singapura. Keberhasilan semacam itu dimungkinkan karena mereka memiliki kemampuan dan kondisi modal yang mapan. Riset dan pengembangan (R&D) banyak disokong oleh pemerintah di kampus-kampus dan dilaksanakan oleh kalangan akademis. Selain itu memang kemampuan akademis dan IQ negara-negara itu lebih unggul. Inilah perbedaan utama dengan negara-negara berkembang. Akibatnya perkembangan teknologi informasi yang terbaru sulit dipakai merata di masyarakat. Itupun masih dalam tataran sebagai pemakai (user) belum dalam taraf mengembangkan atau menciptakan.
Sebagian masyarakat di negara berkembang masih mengandalkan komunikasi interpersonal dalam aktivitasnya sehari-hari. Hal yang berbeda dengan di AS, setiap rumah tangga, kantor, sekolah sudah menggantungkan hidupnya pada internet, telepon seluler, laptop, PDA dan lain sebagainya. Di sana komunikasi dengan menggunakan peralatan demikian, adalah sesuatu yang wajar dan menjadi bagian dari aktivitas yang hidup dan profesi yang memang membutuhkan kecepatan dan ketepatan.
Salah satu tolak ukur kemajuan sebuah negara adalah sampai di mana ia menguasai teknologi dan ilmu pengetahuan dengan mantap, konprehensif dan total. Termasuk tentu saja teknologi komunikasi. Sebab, komunikasi memang kebutuhan dalam menjalani kehidupan yang dinamis menuju peradaban yang lebih maju. Demi mempercepat, menuju itulah teknologi media/informasi/komunikasi semakin dibuat canggih dan seterusnya demikian demi menjawab tantangan berkomunikasi yang lebih efektif.
Komunikasi lewat teknologinya sangat mempengaruhi pengetahuan, cara berpikir dan tingkah laku masyarakat. Informasi yang sampai sedemikian cepatnya, membuat teknik berpikir manusia semakin sederhana dan mudah. Berita-berita dan informasi terhangat dari seluruh dunia tersaji di depan mata sedetik setelah kejadian di dalamnya itu berlangsung. Hangat dan segar bisa dinikmati lewat koran pagi dan internet. CEPAT DAN MUDAH!

Referensi
Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss, Human Communication—Konteks-Konteks Komunikasi, DR. Deddy Mulyana, MA, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1996.
Carey, James, Communication As Culture—Essays on Media and Society, Unwin Hyman, Boston, 1989.
Ishadi SK, JelajahTrans TV, Jakarta, 2002



Dunia dikejutkan kabar menghebohkan pada 18 Oktober 2012 lalu. Majalah Newsweek yang sudah malang melintang selama lebih dari tujuh dekade memutuskan akan menghentikan penerbitan edisi cetak per 31 Desember 2012. Penerbitan dalam edisi cetak selanjutnya akan diganti digital dengan mengusung nama Newsweek Global.
Kabar yang disampaikan Tina Brown selaku editor-in-chief Newsweek itu memang luar biasa mengejutkan bagi kalangan pers internasional. Apalagi jika melihat sejarah panjang Newsweek sebagai salah satu majalah berita terkemuka dan pesaing utama majalah Time. Namun apa yang menimpa majalah yang pertama kali terbit pada 17 Februari 1933 ini sudah bisa diprediksi sebelumnya. Perkembangan teknologi digital yang makin pesat secara tidak langsung turut mempengaruhi eksistensi media cetak.
Sekarang ini, hampir semua orang mengenal internet. Berdasarkan data Internet World Stats, hingga 2011 jumlah pengguna internet sudah lebih dari 2,2 miliar orang atau hampir sepertiga dari jumlah penduduk dunia. Angka tersebut berpeluang besar bertambah pada akhir 2012 mengingat akses internet kian mudah. Dulu, selain memanfaatkan fasilitas di kantor, orang harus ke warung atau kafe internet untuk bisa menjelajahi dunia maya.
Kini, internet bisa diakses di mana saja, kapan saja. Dukungan piranti atau gadget yang semakin canggih memungkinkan orang mendapatkan akses internet dengan mudah. Selain smartphone dan tablet, mayoritas telepon seluler kini dilengkapi perangkat lunak untuk mengakses internet. Operator telepon seluler juga berlomba-lomba menawarkan paket berlangganan internet bertarif murah dengan kecepatan maksimal. Sementara bagi pengguna PC dan notebook, akses internet bisa diperoleh dengan memakai modem. Pengguna notebook juga bisa memanfaatkan jaringan Wi-Fi untuk akses internet. Saat ini, ruang publik seperti kafe, restoran, taman, stasiun dan terminal mulai menyediakan fasilitas Wi-Fi untuk umum.
Pesatnya perkembangan teknologi sekarang tak pelak membuat masyarakat semakin up to date. Mereka bisa mendapatkan informasi tentang apa saja, kapan pun mereka mau, melalui akses internet. Dibarengi dengan perkembangan media sosial yang makin pesat, masyarakat seperti tak pernah ketinggalan informasi. Mereka juga bisa terus saling terhubung tanpa harus bertatap muka secara langsung.
Tren ini tidak hanya membawa dampak pada inovasi teknologi dan pertumbuhan pasar elektronik, tapi juga pada perkembangan bisnis media. Sejak awal tahun 2000an, media online banyak bermunculan. Menyuguhkan berita-berita terkini, keberadaan media online pelan-pelan menggeser eksistensi media cetak. Dulu, media cetak seperti koran, majalah dan tabloid menjadi acuan masyarakat dalam mendapatkan informasi terkini tentang peristiwa yang terjadi di sekitar mereka maupun di dunia internasional. Kini, masyarakat lebih memilih mengakses media online untuk mengetahui berita maupun perkembangan terbaru. Media online turut mempermudah akses informasi itu dengan memanfaatkan sosial media seperti Twitter dan Facebook sebagai sarana menyebarluaskan berita terbaru yang sudah diunggah tim redaksi.
Perubahan ini membawa dampak yang kurang menyenangkan bagi media cetak. Dari sisi pemberitaan, mereka tidak hanya harus bersaing dengan media cetak lain, tapi juga media online maupun media elektronik seperti televisi dan radio. Dalam menurunkan sebuah berita dari peristiwa atau isu yang sama, tim redaksi media cetak harus mencari angle berbeda agar berita yang diturunkan tetap memiliki nilai jual dan tidak kalah dari media online, yang dari segi kecepatan jelas lebih unggul.
Dari segi pendapatan, sekali lagi, media cetak tidak hanya harus bersaing dengan sesama media cetak, tapi juga media online. Sama seperti jumlah oplah untuk koran, tabloid dan majalah, banyaknya hit atau pengakses situs berita berpengaruh pada pendapatan dari iklan. Perlu diketahui, keputusan sebuah perusahaan untuk memasang iklan di media cetak tertentu turut dipengaruhi jumlah oplah media cetak tersebut. Semakin banyak jumlah oplah media cetak, asumsinya, makin banyak juga pembacanya. Ini berarti, pesan yang ingin disampaikan perusahaan ke masyarakat melalui iklan yang dipasang di media cetak tersebut bisa sampai sesuai keinginan atau target yang ditetapkan.
Hal serupa berlaku di media online. Semakin tinggi hit, berarti makin banyak juga orang yang mengakses portal atau situs tersebut. Pemasang iklan pun akan mempertimbangkan untuk memasang iklan di sana. Keterbatasan dana untuk pemasangan iklan kemungkinan besar juga jadi pertimbangan pihak perusahaan dalam memutuskan di media mana mereka akan memasang iklan. Di sinilah persaingan terjadi.
Mengapa pendapatan dari sektor iklan sangat penting bagi media cetak? Alasannya sederhana. Kelangsungan hidup media cetak sangat tergantung pada iklan. Untuk bisa menutup biaya operasional media cetak yang tidak sedikit, pendapatan dari pemasangan iklan harus besar. Memang, perusahaan media juga menerima pendapatan dari penjualan koran, tabloid atau majalah. Namun jumlahnya tidak terlalu besar. Bahkan jika dihitung, pendapatan dari penjualan koran, tabloid atau majalah tidak mampu menutup biaya cetak. Artinya, pendapatan dari iklan jadi nafas utama perusahaan media. Semakin banyak pemasang iklan, semakin besar pula pendapatan. Sebaliknya, minimnya jumlah pemasang iklan membuat pemilik perusahaan harus terus mengucurkan dana pribadi untuk menutup biaya operasional. Jika tidak kunjung menunjukkan tanda-tanda adanya keuntungan, bukan tidak mungkin pemilik perusahaan akan menutup media tersebut dengan alasan keterbatasan dana.
Dibanding media online, biaya operasional media cetak memang lebih besar dan lebih mahal. Selain gaji karyawan, beban terbesar media cetak ada di biaya cetak. Hitungan biaya cetak untuk satu eksemplar koran, misalnya saja, bisa melebihi harga jual per eksemplarnya. Biaya semakin besar jika pihak perusahaan media tidak memiliki mesin cetak sendiri. Dalam menerbitkan koran, majalah atau tabloid, mereka harus menjalin kontrak dengan pihak percetakan selama kurun waktu tertentu. Biaya yang harus dibayarkan? Bisa mahal, bisa murah. Tarif percetakan, terutama untuk koran, terbilang beragam. Ada yang murah, ada juga yang mahal. Hanya saja, seperti kata orang Jawa, ana rega ana rupa. Artinya, jika ingin mendapatkan kualitas cetak yang bagus, pihak perusahaan koran harus mau mengeluarkan biaya lebih besar. Sebaliknya, jika perusahaan koran memilih percetakan bertarif murah, kualitasnya yang didapat pun tidak terlalu bagus.
Memang, perusahaan media cetak bisa mengatasi masalah biaya cetak dengan membeli mesin cetak sendiri. Memiliki mesin cetak sendiri tidak hanya meringankan biaya cetak, tapi juga membuka keran pendapatan bagi pihak perusahaan media dari sektor lain. Mereka bisa menerima order cetak dari pihak lain, entah itu sesama perusahaan media atau perusahaan yang bergerak di sektor lain yang butuh membuat selebaran, brosur dan lain sebagainya. Namun tidak semua perusahaan media mampu membeli cetak. Terutama perusahaan media dengan dana terbatas tapi tetap bernafsu menerbitkan sebuah koran, majalah atau tabloid. Jika tidak diimbangi pemasukan yang besar, biaya cetak lambat laun akan menjadi beban besar bagi keuangan perusahaan.
Selain masalah persaingan antar media dan keuangan, media cetak juga menghadapi tantangan lain. Isu lingkungan hidup saat ini kian booming. Kampanye paperless atau pengurangan penggunaan kertas semakin ramai didengungkan. Proses administrasi di beberapa instansi pemerintah maupun perusahaan swasta sekarang juga mulai bergeser dari kertas ke elektronik. Data yang dibutuhkan cukup dimasukkan dalam data base yang bisa diakses seluruh pihak dalam perusahaan melalui komputer yang terhubung lewat local area network. Selain lebih efektif, cara ini juga mengurangi penggunaan kertas yang saat ini menjadi isu tersendiri terkait lingkungan hidup. Seperti diketahui, bahan pembuatan kertas berasal dari kayu. Artinya, makin banyak kertas yang dipakai, makin banyak pula pohon yang harus ditebang. Praktik semacam ini memang sudah berjalan lama. Hanya saja, aksi penebangan pohon tidak dibarengi dengan penanaman kembali. Imbasnya, jumlah hutan yang ada di dunia semakin berkurang. Tanpa hutan, masalah lingkungan pun muncul, mulai dari bencana alam hingga pemanasan global. Fakta inilah yang mendorong para aktivis lingkungan hidup gencar mendengungkan kampanye paperless.
Mengapa masalah ini berkaitan erat dengan bisnis media cetak? Karena media cetak salah satu pengguna kertas terbesar di dunia. Bayangkan saja, berapa ribu lembar kertas koran yang dipakai dalam sehari. Dan berapa ribu lembar juga yang terbuang setelah seluruh berita dalam koran tersebut selesai dibaca. Memang, saat ini sudah banyak pihak yang menjalankan bisnis daur ulang kertas maupun orang-orang yang mulai memilih menggunakan kertas daur ulang. Namun jumlahnya belum sebanding dengan jumlah kertas yang diproduksi, digunakan dan dibuang setiap hari.
Jika melihat kondisi tersebut dan tren yang berkembang sekarang, bukan tidak mungkin media cetak nantinya akan ditinggalkan, entah oleh pembaca maupun investornya. Memang, untuk saat ini, masih banyak orang yang setia membaca maupun berlangganan koran, majalah atau tabloid. Tapi tidak sedikit juga publik yang mulai memilih berlangganan koran, majalah atau tabloid secara elektronik. Tak sedikit pula yang rajin mengakses berita-berita di media online, minimal sekali dalam sehari.
Bisnis media online juga makin berkembang. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak bermunculan media online baru. Memang, banyak pula koran, majalah atau tabloid baru yang beredar di pasaran. Namun tidak sedikit pula yang akhirnya gulung tikar atau statusnya “hidup segan mati tak mau” karena sulit merebut pasar yang sudah didominasi media cetak tertentu, yang sudah bisa dipastikan punya nama lebih besar.
·         Jadi, sampai kapan media cetak akan bertahan?


No comments:

Post a Comment

 

Sample text

Sample Text

Sample Text

 
Blogger Templates